Langsung ke konten utama

Hobi yang Dibayar Tidak Semenyenangkan Itu


Dulu aku pikir pekerjaan yang paling membahagiakan di dunia itu adalah hobi yang dibayar. Karena, kita dibayar untuk melakukan sesuatu yang kita sukai. Pasti menyenangkan banget. Para motivator dan orang sukses pun mengamini hal ini.

Sumber foto
Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, aku sadar kalau kalimat motivasi itu perlu sedikit diubah. Pekerjaan yang paling membahagiakan itu bukanlah hobi yang dibayar, tapi hobi yang dibayar dengan pantas.

Melihat diriku yang sekarang ini, aku nggak menyangka kalau hobiku menulis sejak SMA akan menuntunku bekerja di salah satu media digital. Dari profesi ini aku bisa menafkahi kehidupanku. Hobi yang dibayar.

Tapi, lama kelamaan aku sadar, kalau apa yang kuberikan tidak selalu sebanding dengan apa yang diberikan oleh perusahaan kepadaku. Aku baru menyadari kalau pekerja itu mempunyai beberapa hak yang harus disuarakan dengan lantang. Mulai dari jam kerja, uang lembur, waktu cuti, BPJS, dan masih banyak lagi. Tidak melulu hanya menjalankan hobi. Kalau kamu termasuk yang bekerja di media, kamu pasti ngalamin kalau bekerja di media itu nggak selalu menyenangkan. Penuh tekanan deadline, tapi hak-hak pekerja sering dikebiri. Hobi yang tidak dibayar dengan pantas.

Dan sepertinya hal ini tidak hanya dialami oleh para pekerja media, tapi oleh semua orang dari berbagai profesi. Mulai dari buruh hingga pesepakbola terkenal. Mari kita bahas pesepakbola. Mereka mendapatkan bayaran dari hobi mereka bermain sepakbola. Cuma nendang-nendang doang, mereka dibayar miliaran Rupiah per pekan.

Tapi, lama kelamaan mereka ingin dibayar sesuai dengan yang mereka berikan kepada klub. Jika klub menolak, maka mereka akan pindah ke klub lain. Lihat saja Ronaldo, Messi, atau bahkan Umtiti yang menuntut kenaikan gaji dari klub. Bagi mereka, hobi tidak cukup hanya dibayar, tapi harus dibayar dengan pantas.

Sumber foto
Atau misalnya para desainer yang sering curhat kalau mereka hanya dibayar dengan “harga teman” atau bahkan ucapan terima kasih saja. Padahal, inspirasi dan eksekusi sebuah karya tidak muncul begitu saja ketika sedang asyik boker di kamar mandi. Hobi yang tidak dibayar dengan pantas.

Yah, inilah dilema yang sekarang kualami. Terkadang aku merasa perusahaan tidak membayarku dengan pantas, padahal aku sudah berjuang keras demi perusahaan. Entah aku yang kurang bersyukur dengan apa yang telah kudapatkan, atau aku yang kurang berani keluar dari zona nyaman untuk mulai mencari pekerjaan yang lebih baik.

Bagaimana denganmu? Apakah kamu menerima bayaran berapapun demi bisa melakukan hobi yang kamu suka?

Komentar

  1. Baru baca yang ini. Hahaha. Merasa senasib.

    Menjawab pertanyaan penutup: Enggak dong, sekarang saya maunya dibayar mahal. Ketika hobinya saya lakukan karena disuruh orang lain (terutama bos dan klien), bentuknya kan bukan lagi keinginan, jadi saya butuh usaha lebih untuk mengerjakannya. Terus ada harga yang perlu dipertimbangkan dalam hal itu. Kesenangannya ketika pengin bikin sendiri sangatlah berbeda dengan permintaan orang lain. Meskipun sama-sama senang, tapi bakal ada rasa terpaksa. Upah dengan harga pantas itulah yang dapat mengganti kesenangan yang memudar karena keterpaksaan tersebut.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyingkap Tabir: Tipe Orang yang (Mungkin) Kamu Temui di Aplikasi Kencan

Beberapa hari terakhir ini aku lagi keranjingan banget mencoba dua aplikasi kencan, Tinder dan Badoo. Dua aplikasi ini emang udah lama banget eksis, tapi aku baru nyoba untuk pertama kali gara-gara racun seorang teman. Selain itu, aku penasaran juga dengan cara kerjanya apakah emang beneran bisa dapat teman kencan atau cuma gimmick doang? Apa nggak takut gitu ketemu dengan orang yang baru dikenal dan rentetan pertanyaan lainnya di dalam kepala. Aplikasi yang pertama aku download adalah Badoo. Bingung juga gimana cara menyebut aplikasi satu ini. Bado? Badu? Bedu? Kok malah jadi kayak nama artis di Indonesia? Jangan-jangan ini aplikasi untuk mencari pelawak terbaik lagi. Sementara untuk Tinder, yaa kamu tau sendirilah gimana nyebutnya. Kedua aplikasi ini menerapkan in app purchases , yang artinya penggunaannya gak gratis-gratis amat. Badoo dan Tinder memang memberikan fitur pengguna gratis, cuma dibatesin banget kayak lagi di Korea Utara. Bahkan, untuk sebatas meli

Yogyakarta Yang Benar-Benar Istimewa

Pulang ke kotamu Ada setangkup haru dalam rindu Masih seperti dulu Tiap sudut menyapaku bersahabat, Penuh selaksa makna Terhanyut aku akan nostalgia Saat kita sering luangkan waktu Nikmati bersama suasana Jogja. Lantunan lagu dari Kla Project ini terus-menerus menabuh gendang telingaku dalam perjalanan dari Stasiun Pasar Senen, Jakarta, menuju Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Di dalam kereta tidak terlalu padat, mungkin karena belum waktu liburan. Tapi, aku tetap gak bisa tidur dengan nyenyak, karena posisi tidur di dalam kereta itu serba salah. Tidur sambil duduk, pegel. Tidur sambil rebahan, kaki bakal kesemutan karena ditekuk. Alhasil, hanya bisa tidur-tidur ayam. Perjalanan ini sendiri menempuh waktu 8 jam, jadi mending terus terjaga sambil mendengar musik. Sumber Terkenal sebagai kota yang masih lekat dengan tradisi, Yogya selalu ramai didatangi oleh turis, baik turis mancanegara maupun turis domestik seperti aku. Hal menarik lainnya adalah, harga mak