Setelah beberapa hari di
Jakarta, aku mulai kehabisan tujuan perjalanan untuk dikunjungi. Ada sih
beberapa tujuan yang menarik seperti Seaworld atau Dufan, tapi harga tiket
masuknya langsung membuat dompet melambaikan tangan ke kamera.
Untunglah, Imas
menyarankan satu tempat lainnya yang bisa kukunjungi, yaitu Planetarium. Gak
cuma ngasih saran doang, dia bahkan dengan senang hati menemaniku untuk
jalan-jalan ke Planetarium. Sungguh penganut falsafah hidup “talk less do more”.
Akhirnya, pada hari Selasa
(17/4), aku berangkat dari Stasiun Bekasi bersama dengan Imas menuju Stasiun
Cikini. Pada hari itu, Jakarta dan Bekasi lagi dilanda hujan. Memang tidak
seberapa deras, tapi cukup untuk membuatmu berlari menuju tempat berteduh. Kami
pun berbasah-basahan menuju ke dalam Stasiun Bekasi.
Setelah sampai di Stasiun
Cikini, kami berjalan kaki sekitar 500 meter menuju Planetarium. Untungnya
lagi, Imas adalah seorang wanita tangguh yang menyukai berjalan kaki, jadi aku
tidak perlu keluar uang untuk menyewa angkutan. Hehe. Bercanda, deng. Aku emang
lagi pengen berkeliling sambil berjalan kaki, jadi syukur banget Imas termasuk
penyuka berjalan kaki. Karna jalan kaki itu sehat. Menyehatkan badan, dan juga
dompet.
Sesampainya di
Planetarium, puluhan anak-anak kecil usia TK menyambut kami. Rupanya, mereka
sedang berkunjung juga ke Planetarium. Hal ini patut disyukuri karena di hari
biasa Planetarium tidak akan mengadakan pertunjukan kecuali ada rombongan
banyak. Mereka hanya mengadakan pertunjukan di akhir pekan saja.
Dok. pribadi
Sayangnya, tiket
pertunjukan untuk jam pertama sudah habis, jadi kami harus menunggu pertunjukan
untuk jam berikutnya, yaitu jam 2. Padahal, kami sampai di Planetarium sekitar
jam 10. Kami pun terpaksa ngejogrok di kursi antrian sembari menunggu
panggilan. Kebetulan, tiket yang tersedia hanya 78 lagi, karena sisanya sudah
diborong oleh rombongan anak TK tadi. Aku juga gak tau kenapa di hari itu,
beberapa TK memutuskan untuk mengadakan perjalanan ke Planetarium. Udah pada
janjian kali, ya.
Harga tiket planetarium adalah Rp 12.000 untuk orang dewasa dan Rp 7.000 untuk anak-anak. Sangat ramah di kantong.
Harga tiket planetarium adalah Rp 12.000 untuk orang dewasa dan Rp 7.000 untuk anak-anak. Sangat ramah di kantong.
Untunglah kegiatan
menunggu pertunjukan tidak terlalu membosankan karena kami dihibur oleh tingkah
puluhan anak TK yang hilir mudik kesana kemari. Ada yang main kejar-kejaran
bareng temennya, ada yang main perosotan di tangga, ada yang masuk ke kolong
kursi dan nyaris membuatku terlompat kaget. Betapa bahagianya menjadi anak TK yang
masih belum mengenal sakitnya diberi harapan palsu.
Akhirnya, pertunjukan pun
dimulai dan kami mulai berbaris menuju tempat pertunjukan di lantai dua. Ruang
pertunjukannya sendiri berbentuk kubah dengan kursi-kursi berwarna merah yang
ditata sedemikian rupa. Saran dariku, kalau mau menonton pertunjukan di
Planetarium, sebaiknya kamu mengambil tempat duduk di belakang atau di tengah.
Jangan duduk di depan kalau tidak mau lehermu kram saking terlalu sering
mendongak.
Proyektor pertunjukan | Dok. pribadi
Pertunjukan Planetarium
pada dasarnya memperlihatkan bagaimana kondisi bumi, Jakarta pada khususnya,
jika tidak terpapar oleh polusi udara dan polusi cahaya. Ketika kedua polusi
itu dihilangkan, sebuah momen epik di mana bintang-bintang muncul dan menghiasi
langit malam. Seisi ruangan pun bertepuk tangan dengan heboh ketika menyaksikan
fenomena tersebut. Menjadi bukti kalau sebenarnya kita kangen melihat bintang,
apalagi di Jakarta.
Kira-kira, seperti adegan di film The Croods ini | Sumber
Pertunjukan Planetarium
juga mengajari mengenai sistem Tata Surya, kemunculan benda-benda langit, letak
rasi-rasi bintang (aku langsung mencari tau bagaimana bentuk rasi bintangku),
dan juga mengajari secara tidak langsung bagaimana para pelaut menentukan arah
hanya dengan bermodalkan bintang sebagai alat navigasi. Tapi, kalau kamu
merupakan penganut bumi datar, pertunjukan ini hanya akan membuatmu
mempertanyakan eksistensi hidup, jadi mending gak usah nonton.
Oh ya, karena pertunjukannya dilakukan dengan mematikan lampu seperti di bioskop, kamu sebaiknya tidak memainkan ponsel selama pertunjukan demi mengambil foto-foto kece. Karena, cahayanya bakal mengganggu pengunjung lain dan narator juga tak akan melanjutkan pertunjukan kalau ada yang ngeyel main ponsel. Nikmati sajalah pertunjukannya.
Tapi, karena menatap
perputaran bintang terus menerus, aku merasa pusing dan malah tertidur beberapa
menit. Apalagi, narasi dari petugasnya benar-benar meninabobokan. Untungnya,
aku gak tertidur sepanjang acara. Pertunjukan ini sendiri memakan waktu sekitar
45 menit dan para pengunjung pun keluar dengan hati bahagia, karena setidaknya
sekali dalam hidup, mereka telah menyaksikan bagaimana kondisi langit malam
yang penuh bintang.
Planetarium tidak
hanya menyajikan pertunjukan doang, tapi mempunyai beberapa ruang pameran.
Seperti ruangan miniatur satelit, miniatur roket, ruang film sejarah eksplorasi
luar angkasa oleh manusia, baju yang digunakan oleh para astronot, serta ruang
astrologi.
Dok. pribadi
Setelah puas berkeliling,
kami pun mengisi perut dulu di KFC dekat Stasiun Cikini sambil menunggu Yoga
datang. Yoga juga salah satu teman dunia maya yang kukenal lewat aktivitas
ngeblog. Kalau selama ini kami hanya bercakap-cakap di Twitter, akhirnya bisa
ngobrol bareng. Sayangnya, karena jam udah menunjukkan pukul 4 sore, kami gak
mungkin lagi mengunjungi beberapa museum, karena sudah mendekati jam tutup.
Akhirnya, kami hanya nongkrong doang di Kota Tua sambil ngobrol.
Kota Tua di waktu malam
ternyata tetep rame banget dan buat jomblo siap-siap aja merasa panas mata
karena para pasangan disini tidak segan-segan mengumbar kemesraan. Kamu juga
harus pinter-pinter memilih lokasi duduk kalau tidak mau “dipalak” berulang
kali sama para pengamen yang terus menerus datang.
Hari itu pun berakhir
dengan memuaskan dan memberikan aku banyak pengalaman baru. Menjalin hubungan
di dunia maya benar-benar bisa memberikan manfaat kalau dipraktekkan secara
positif.
Sekian ceritaku
mengelilingi Kota Jakarta. Nantikan cerita berikutnya mengenai perjalananku di
Kepulauan Seribu, ya.
Salam.
Komentar
Posting Komentar