Langsung ke konten utama

Tuhan Menertawakan Rencanamu



Manusia itu emang ahlinya membuat rencana. Tapi, sejarah berulang kali menyatakan bahwa Tuhan lebih sering menertawai rencana-rencana tersebut. Seakan-akan ingin mengatakan, “Berani bener ini ketombe Firaun bikin rencana tanpa melibatkan Aku.”

Akhirnya, rencana yang udah disusun sedemikian rupa, berakhir menjadi abu dupa.
Rencana perjalananku yang udah kususun sedemikian rupa, perlahan-lahan mulai rontok. Bahkan, sebelum perjalanan itu dimulai. Seminggu sebelum aku memulai perjalanan, paman tiba-tiba jatuh sakit. Sebagai anak yang pernah tinggal di rumahnya selama bertahun-tahun, aku berusaha membalas jasa dengan mengurus segala keperluan di rumah sakit, menunggui jaga di rumah sakit, dan menunda jadwal keberangkatan.

Tiket pesawat yang sudah dipesan jauh-jauh hari akhirnya kubatalkan. Aku mengajukan refund kepada maskapai dan menunda keberangkatan selama beberapa hari. Tapi, karena ini masalah keluarga, maka aku tak terlalu mempermasalahkan ketika beberapa lembar Soekarno Hatta terbang meninggalkanku.

Apakah kekacauan sudah berhenti di situ? Belum, dong!


Ketika merencanakan perjalanan ini, aku juga udah menyusun rencana untuk pergi bareng seorang teman. Rencananya, dialah yang akan menemani selama beberapa hari di Pulau Jawa. Apalagi aku sama sekali gak bisa berbahasa Jawa. Punya temen yang fasih berbahasa Jawa pastilah sebuah keuntungan. Tapi, rencana ini pun berantakan. Dia tiba-tiba berhalangan dan aku terpaksa benar-benar sendirian nanti di sana.

Tuhan emang suka bercanda, kan? Jadi, aku pun memutuskan untuk ikut tertawa saja. Tidak lagi menyusun rencana perjalanan dan memilih untuk bertindak spontan aja ketika nanti sudah tiba disana. Semoga saja ini menambah pengalamanku tinggal di kota orang. Semoga saja aku juga gak berakhir menjadi gelandangan di kota orang.

Rencanamu pernah ditertawakan juga oleh Tuhan? Tenang, kamu gak sendirian, kok. Ketimbang mengeluh, mari kita tertawa saja.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hobi yang Dibayar Tidak Semenyenangkan Itu

Dulu aku pikir pekerjaan yang paling membahagiakan di dunia itu adalah hobi yang dibayar. Karena, kita dibayar untuk melakukan sesuatu yang kita sukai. Pasti menyenangkan banget. Para motivator dan orang sukses pun mengamini hal ini. Sumber foto Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, aku sadar kalau kalimat motivasi itu perlu sedikit diubah. Pekerjaan yang paling membahagiakan itu bukanlah hobi yang dibayar, tapi hobi yang dibayar dengan pantas. Melihat diriku yang sekarang ini, aku nggak menyangka kalau hobiku menulis sejak SMA akan menuntunku bekerja di salah satu media digital. Dari profesi ini aku bisa menafkahi kehidupanku. Hobi yang dibayar. Tapi, lama kelamaan aku sadar, kalau apa yang kuberikan tidak selalu sebanding dengan apa yang diberikan oleh perusahaan kepadaku. Aku baru menyadari kalau pekerja itu mempunyai beberapa hak yang harus disuarakan dengan lantang. Mulai dari jam kerja, uang lembur, waktu cuti, BPJS, dan masih banyak lagi. Tidak melulu hanya m

Menyingkap Tabir: Tipe Orang yang (Mungkin) Kamu Temui di Aplikasi Kencan

Beberapa hari terakhir ini aku lagi keranjingan banget mencoba dua aplikasi kencan, Tinder dan Badoo. Dua aplikasi ini emang udah lama banget eksis, tapi aku baru nyoba untuk pertama kali gara-gara racun seorang teman. Selain itu, aku penasaran juga dengan cara kerjanya apakah emang beneran bisa dapat teman kencan atau cuma gimmick doang? Apa nggak takut gitu ketemu dengan orang yang baru dikenal dan rentetan pertanyaan lainnya di dalam kepala. Aplikasi yang pertama aku download adalah Badoo. Bingung juga gimana cara menyebut aplikasi satu ini. Bado? Badu? Bedu? Kok malah jadi kayak nama artis di Indonesia? Jangan-jangan ini aplikasi untuk mencari pelawak terbaik lagi. Sementara untuk Tinder, yaa kamu tau sendirilah gimana nyebutnya. Kedua aplikasi ini menerapkan in app purchases , yang artinya penggunaannya gak gratis-gratis amat. Badoo dan Tinder memang memberikan fitur pengguna gratis, cuma dibatesin banget kayak lagi di Korea Utara. Bahkan, untuk sebatas meli

Yogyakarta Yang Benar-Benar Istimewa

Pulang ke kotamu Ada setangkup haru dalam rindu Masih seperti dulu Tiap sudut menyapaku bersahabat, Penuh selaksa makna Terhanyut aku akan nostalgia Saat kita sering luangkan waktu Nikmati bersama suasana Jogja. Lantunan lagu dari Kla Project ini terus-menerus menabuh gendang telingaku dalam perjalanan dari Stasiun Pasar Senen, Jakarta, menuju Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Di dalam kereta tidak terlalu padat, mungkin karena belum waktu liburan. Tapi, aku tetap gak bisa tidur dengan nyenyak, karena posisi tidur di dalam kereta itu serba salah. Tidur sambil duduk, pegel. Tidur sambil rebahan, kaki bakal kesemutan karena ditekuk. Alhasil, hanya bisa tidur-tidur ayam. Perjalanan ini sendiri menempuh waktu 8 jam, jadi mending terus terjaga sambil mendengar musik. Sumber Terkenal sebagai kota yang masih lekat dengan tradisi, Yogya selalu ramai didatangi oleh turis, baik turis mancanegara maupun turis domestik seperti aku. Hal menarik lainnya adalah, harga mak