Langsung ke konten utama

Selamat Hari Ayah!

Sumber

“Ting!”

Muncul notif dari smartphoneku. Ada pemberitahuan dari Twitter. Teman ngeblogku ngajak bikin fiksi tentang Hari Ayah. Dahiku langsung mengernyit. Aku nggak pernah benar-benar mengerti kenapa ada orang yang merayakan Hari Ayah. Bagiku peran ayah tuh nggak penting-penting amat. Cuma numpang nyodok doang, trus ibulah yang harus mengandung selama 9 bulan dan bertaruh nyawa saat melahirkan. Apa peduli ayah soal sakitnya persalinan.

Setelah anaknya lahir, ayahku jarang memberikan kasih sayang seperti yang ditunjukkan ibu. Dia hanya memberikan uang, bentakan, dan terkadang pecutan di bokong. Sepanjang yang kuingat, memoriku tentang ayah tak ada yang benar-benar indah.

Tapi, sebagai pria tentu saja suatu saat nanti aku akan menjadi seorang ayah pula. Rada ironis rasanya karena selama ini aku sering memandang remeh profesi kepala keluarga ini.

“Ayah.”

Iya, aku tau. Aku akan menjadi seorang ayah kelak. Nggak usah harus dipertegas lagi.

“Ayah.”

Bentar. Perasaanku doang atau memang ada bisikan “ayah” yang datang dari suatu tempat di kamar ini?

“Ayah”

Suara itu lagi! Baiklah, sekarang aku mulai ketakutan. Apakah ini ulah hantu bapak kosan yang kesal karena aku ngejek soal ayah mulu. Kutajamkan pendengaranku dan sepertinya suara itu berasal dari kolong tempat tidur, tempat segala macam misteri dibuang dan beranak pinak.

Aku pernah membaca kisah misteri tentang seorang bocah yang memanggil ayahnya dari bawah kolong tempat tidur karena bersembunyi dari hantu. Apakah aku akan mengalami kisah yang sama?

“Ayahh...”

Ah, persetan! Kuberanikan diri pelan-pelan menuju bibir tempat tidur. Kulongokkan kepalaku ke bawah, mengintip apa yang ada di kolong tempat tidur sialan itu. Nggak terlihat apa-apa karena kondisinya yang rada gelap.

“Ayah!”

Aku menolehkan kepala ke arah datangnya suara yang datang dari dekat kaki tempat tidur. Ada segumpal tisu bekas disana. Aku ingat, tisu bekas itu berisi cairan putih kental dari tubuhku.

“Ayah!!”

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hobi yang Dibayar Tidak Semenyenangkan Itu

Dulu aku pikir pekerjaan yang paling membahagiakan di dunia itu adalah hobi yang dibayar. Karena, kita dibayar untuk melakukan sesuatu yang kita sukai. Pasti menyenangkan banget. Para motivator dan orang sukses pun mengamini hal ini. Sumber foto Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, aku sadar kalau kalimat motivasi itu perlu sedikit diubah. Pekerjaan yang paling membahagiakan itu bukanlah hobi yang dibayar, tapi hobi yang dibayar dengan pantas. Melihat diriku yang sekarang ini, aku nggak menyangka kalau hobiku menulis sejak SMA akan menuntunku bekerja di salah satu media digital. Dari profesi ini aku bisa menafkahi kehidupanku. Hobi yang dibayar. Tapi, lama kelamaan aku sadar, kalau apa yang kuberikan tidak selalu sebanding dengan apa yang diberikan oleh perusahaan kepadaku. Aku baru menyadari kalau pekerja itu mempunyai beberapa hak yang harus disuarakan dengan lantang. Mulai dari jam kerja, uang lembur, waktu cuti, BPJS, dan masih banyak lagi. Tidak melulu hanya m

Menyingkap Tabir: Tipe Orang yang (Mungkin) Kamu Temui di Aplikasi Kencan

Beberapa hari terakhir ini aku lagi keranjingan banget mencoba dua aplikasi kencan, Tinder dan Badoo. Dua aplikasi ini emang udah lama banget eksis, tapi aku baru nyoba untuk pertama kali gara-gara racun seorang teman. Selain itu, aku penasaran juga dengan cara kerjanya apakah emang beneran bisa dapat teman kencan atau cuma gimmick doang? Apa nggak takut gitu ketemu dengan orang yang baru dikenal dan rentetan pertanyaan lainnya di dalam kepala. Aplikasi yang pertama aku download adalah Badoo. Bingung juga gimana cara menyebut aplikasi satu ini. Bado? Badu? Bedu? Kok malah jadi kayak nama artis di Indonesia? Jangan-jangan ini aplikasi untuk mencari pelawak terbaik lagi. Sementara untuk Tinder, yaa kamu tau sendirilah gimana nyebutnya. Kedua aplikasi ini menerapkan in app purchases , yang artinya penggunaannya gak gratis-gratis amat. Badoo dan Tinder memang memberikan fitur pengguna gratis, cuma dibatesin banget kayak lagi di Korea Utara. Bahkan, untuk sebatas meli

Yogyakarta Yang Benar-Benar Istimewa

Pulang ke kotamu Ada setangkup haru dalam rindu Masih seperti dulu Tiap sudut menyapaku bersahabat, Penuh selaksa makna Terhanyut aku akan nostalgia Saat kita sering luangkan waktu Nikmati bersama suasana Jogja. Lantunan lagu dari Kla Project ini terus-menerus menabuh gendang telingaku dalam perjalanan dari Stasiun Pasar Senen, Jakarta, menuju Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Di dalam kereta tidak terlalu padat, mungkin karena belum waktu liburan. Tapi, aku tetap gak bisa tidur dengan nyenyak, karena posisi tidur di dalam kereta itu serba salah. Tidur sambil duduk, pegel. Tidur sambil rebahan, kaki bakal kesemutan karena ditekuk. Alhasil, hanya bisa tidur-tidur ayam. Perjalanan ini sendiri menempuh waktu 8 jam, jadi mending terus terjaga sambil mendengar musik. Sumber Terkenal sebagai kota yang masih lekat dengan tradisi, Yogya selalu ramai didatangi oleh turis, baik turis mancanegara maupun turis domestik seperti aku. Hal menarik lainnya adalah, harga mak